CERITA BOKEP MELEPAS LAJANG
Saat itu aku, seorang wanita berumur 23th, baru saja melepas masa lajangku dalam mahligai pernikahan bersama seorang pria yg membuat hatiku selalu bhagia dan amat kucintai. Mas Lukman namanya, seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta . Kebahagiaan selalu menghias hari-hari kami meskipun kami masih menumpang di rumah ayah Mas Lukman, seorang duda mantan lurah berusia 65 tahun dan sepasang kakinya telah lumpuh karena penyakit darah tinggi.
Selama ini mas Lukman lah yg merawat ayah mertuaku karena anak-anaknya yg lain hidup di perantauan. Mulai dari memandikan, mengantar berobat dan lain-lain. Ayah mertua menolak dirawat pembantu yg sempat di bawa mas Lukman dgn alasan lebih comfort jika dirawat anak sendiri. Untungnya mas Lukman adalah tipe anak berbakti dimana hal itu pula yg semakin menambahkan kekagumanku padanya. Sayangnya kebahagiaan kami terasa belum lengkap karena kami belum dikaruniai anak.
Sudah hampir dua tahun kami berupaya dgn berbagai macam cara untuk dapat menghasilkan keturunan. Mulai dari mengikuti saran tetangga, minum ramuan tradisional, orang pintar, dukun, sampai pengobatan medis modern. Namun sejauh ini belum mendapatkan kemajuan berarti, sampai suatu ketika dokter langgananku memanggilku khusus aku sendiri yg harus datang. Bagaikan di sambar petir dan dadaku di timpa gunung ketika pak dokter menyampaikan bahwa suamiku tercinta divonis tdk akan mampu menghasilkan keturunan alias mandul, dan mengharapkan aku sendiri yg harus menyampaikan kenyataan itu padanya.
Hatiku sangat miris dan bingung, tak mungkin hal itu kulakukan, aku sangat amat mencintai suamiku dan hal itu pasti akan sangat melukainya, bagaimana jika dia depresi, bagaimana jika ia meninggalkanku, segala macam kemungkinan buruk melintas dalam pikiranku. Namun selama berbulan-bulan berikutnya aku mampu menjaga sikapku di hadapan suami hingga tdk menimbulkan kecurigaan. Apakah aku harus berselingkuh?bagaimana jika rupa anakku nanti tdk sama dgn suamiku? Sampai suatu hari, ditengah keputus asaanku timbul ide gila yg menurutku saat itu adalah solusi terbaik.
Malam itu, selesai kami berhubungan intim dan melihat suamiku terlelap, aku beranjak dari tempat tidur dan perlahan-lahan keluar dari kamar tidur menuju suatu tempat : kamar ayah mertuaku. Perlahan pintu kamar ayah kubuka dan di temaram cahaya kulihat ayah mertua tengah tertidur pulas dgn suara mendengkur.Dgn mengendap aku mendekati ranjang ayah yg saat itu,seperti biasanya memakai oblong dan sarung. Perlahan tanganku menyingkap sarung ayah sampai kepangkal paha sehingga dgn jelas terlihat kemaluannya yg terkulai layu namun cukup besar.
Dgn lembut tanganku mengelus-elus dan kini mulai bereaksi degna semakin memanjang, agak sedikit terkejut bathinku menyaksikan ternyata k0ntol mertuaku lebih besar dari milik suamiku. Suara dengkuran mertuaku berhenti dan kini hanya tarikan nafas tenang yg terdengar meskipun aku yakin ia masih tertidur. Tanganku masih mengelus-elus batang kemaluannya tetapi belum menegang sempurna, hingga aku putuskan untuk menggunakan mulutku untuk merangsangnya seperti adegan film bf yg pernah kusaksikan. Kepalaku segera menunduk, kucium aroma khas kelelakian ayah mertuaku, lalu lidahku mulai menjilatinya hingga daging panjang itu berkilat-kilat tertimpa cahaya redup lampu kamar.
Kemudian , hap…., separuh batang tongkol itu tenggelam dalam kuluman mulutku sambil tanganku mengocok-ngocoknya lembut. Nafas mertuaku kini mendengus-dengus dan mulutnya menceracau, agaknya ia menggigau, pikirku. Aku terus mengulum,menghisap dan mengunyah lembut alat kejantanan mertuaku hingga kurasakan sudah amat keras tanda ereksi yg sempurna. Inilah saatnya, pikirku, namun tiba-tiba ayah mertuaku terbangun dan dgn suara parau berkata
” Sari, apa yg kamu lakukan nak?aku ini ayah mertuamu bagaimana jika….!tanganku segera membekap mulut ayah mertuaku, dgn terisak aku berkata..
” ayah,mas Lukman sudah divonis mandul, aku tdk ingin memberitahukannya, aku kasihan mas Lukman, dan aku mengharapkan bantuan ayah dalam hal ini…”kepalaku terkulai di dada ayah mertuaku namun satu tanganku masih menggenggam dan mengocok batang k0ntol ayah mertua.
“….ahhh, Sari…tapi…ssshh…sudahlah, lakukanlah…tapi untuk sekali dan terakhir…ayah jg sudah lama tak merasakan tubuh wanita sejak ibunya Lukman meninggal”, ujar mertuaku sambil membelai rambutku lembut.
“Terima kasih…ayah” kataku seraya beranjak naik ke atas tempat tidur ayah mertua lalu merangkak di atas tubuhnya.
Dgn berlutut tepat di atas selangkangannya aku loloskan gauun tidurku di mana aku tdk menggunakan sesuatupun di baliknya. Mata ayah mertua membelalak kagum dan penuh hasrat melihat kemolekan tubuh telanjangku yg dibalut kulit kuning langsat itu, matanya terpaku pada sepasang payudara ranum milikku yg cukup besar. Manakala aku sedikit menunduk di atas dadanya untuk memudahkan penetrasi rudalnya kedalam memekku tangannya langsung menangkap buah dadaku dan meremas-remasnya dgn gemas sehingga aku merasa sedikit kesakitan,
“…pelan..pelan dong yah, sakit”, ujarku lirih.
Sejujurnya aku sama sekali tdk begitu nafsu melihat tubuh mertuaku yg sudah banyak keriput dan sedikit timbunan lemak di sana sini, apalagi jika mengingat suamiku, maka kucoba membayangkan aku tengah bersetubuh dgn suamiku sendiri. Ayah mertua kebetulan jg sangat mirip dgn mas Lukman.
Penetrasi itu gagal berkali-kali, apakah karena kemaluan ayah yg terlalu besar atau karena aku yg belum terangsang sehingga memiawku masih kering?!. Entahlah, karena kulakukan ini bukan untuk bersenang-senang tapi untuk membahagiakan mas Lukman dgn memberikan keturunan meski dgn cara yg salah.Kuludahi batang tongkol ayah namun belum mampu jg menembus memekku. Kemudian ku lepas tangan ayah yg tengah merermas-remas payudaraku lalu aku merangkak ke depan kemudian berlutut tepat di atas wajah mertuaku, dgn perlahan kuturunkan selangkanganku sehingga menyentuh hidung dan mulut mertuaku..
“ayah..jilat”, pintaku pada ayah mertua.
Dgn penuh nafsu lidah mertuaku mengusap-ngusap menjilati mount veneris, labia mayora dan minora serta clitorisku. Tangannya pun ikut membantu dgn menekan dan menggaruk-garuk pelan klentitku, sesekali ia hujamkan jarinya ke lubang senggamaku, sementara tangannya yg lain menekan-nekan mencoba menembus lubang anusku. Saat itu pula hasratku berdesir mengaliri setiap pembuluh darahku, tanpa terasa aku mulai mendesah-desah dan kurasakan memekku mulai membengkak dan memproduksi cairan pelicin yg dgn rakus dihisap-hisap oleh mertuaku.
” Ayah,..cukup”, ujarku dgn suara bergetar.
Lalu beringsut mundur ke posisi semula. Ku genggam batang kemaluan ayahku untuk kuarahkan tepat di mulut liang senggamaku lalu perlahan tapi pasti tongkat daging keras itu tertelan dalam memekku,
“sshhh…ayaahhh”, aku mendesah merasakan rangsangan yg amat hebat di tengah-tengah antara dua pangkal pahaku.
Pantatku segera mengayun ke atas-bawah, ke samping kanan-kiri.
“Ooohhhhss…Sari mantuku..mmmmhhhh”, desah mertuaku yg tangannya dgn trampil meremas-remas payudaraku yg montok.
Sesekali kudekatkan di wajahnya sehingga ia bisa menghisap putingnya dgn rakus, menyebabkanku menggerinyit menahan sakit karena ayah nyaris menggigitnya.
“ayahhh…kalo mau keluar….. bilang ya? kataku sambil terus berkelojotan di atas tubuhnya.
Dan semenit kemudian ayah memberikan isyarat bahwa ia akan orgasme,
“Sari..aku sudah tdk tahan..uuuhhhhhhg”, erang mertua nyaris berteriak jika saja tak keburu kubekap mulutnya.
Dgn segera tubuhku rebah di atas dadanya, kurangkul erat lalu dgn sekuat tenaga aku berguling membawa tubuh ayah mertuaku yg telah lumpuh itu sehingga kini posisi tubuhnya berada di atas tubuhku. Dgn segera kurangkul pantatnya dgn kedua kakiku, menariknya kebawah sehingga kurasakan ujung tongkolnya menyentuh mulut rahimku dan sedetik kemudian tubuh mertuaku menegang seiring dgn semprotan-semprotan kuat cairan hangat dalam rahimku..crett…crett…crett…crett, banyak sekali sampai semenit semprotan sperma itu dgn deras keluar dari ujung k0ntol mertuaku.
Maklum hampir 10 tahun tdk pernah berhubungan sex dgn lawan jenis. Lama tubuhnya terkulai lemas di atas tubuhku yg basah kuyub oleh keringat. Dgn pelan kudorong tubuh mertua kesamping. Nafasnya masih ngos-ngosan dan matanya menerawang. Aku sendiri cukup lama berbaring telentang di sampingnya, kakiku kutumpangkan di atas sandaran ranjang, berharap spermanya tdk tumpah keluar dan berharap pembuahan segera terjadi.
1 jam kemudian aku bangkit di mana mertuaku sudah kembali mendengkur kelelahan namun dgn wajah bahagia. Sarungnya masih tersingkap dan kemaluanya masih berselemotan sperma. Kurapikan pakaianya dan segera kupakai kembali gaun tidurku, kukecup kening ayah mertuaku lalu berjalan meninggalkan kamarnya dgn salah satu tangan mendekap memiawku takut kalau cairan sperma ayah mertuaku segera tumpah. Kemudian kembali aku menyelinap ke balik selimut di sisi suamiku yg masih terbawa mimpi.
Esoknya hari berjalan seperti biasa. Hanya ada sedikit perubahan pada sikap mertuaku yg tadinya cenderung murung kini agak lebih rileks. Walau terkadang tatapan matanya kepada suamiku menyiratkan suatu beban tapi its oke. Sebagai manusia normal hal itu ku anggap wajar, manusia mana sih yg tdk merasa berdosa karena menyelingkuhi menantunya kendati dalam masalah ini akulah yg memulai. Tetapi ayah memang memegang janji, bahwa peristiwa malam itu adalah pertama dan terakhir, meskipun matanya kadang memandang nakal kepadaku.
Demikian pula halnya dgnku yg hanya menginginkan timbulnya kehidupan di dalam rahimku. Namun aku harus menghadapi kenyataan pahit manakala harapanku tdk tercapai. 2 minggu kemudian aku mengalami haid. Aku sedemikian panik hingga nyaris depresi meskipun aku mampu menyembunyikannya di depan suamiku. Mertua ku pun tdk mengetahui hal ini. Sampai suatu ketika menjelang suamiku berangkat ke kantornya aku berkata,
“mas, ayahmu kan berarti ayahku jg, bagaimana bila besok pagi aku saja yg mandikan ayah, mas sorenya, aku kasihan melihat mas pulang malam, bangun pagi-pagi mempersiapkan kerjaan harus dibebani ……pula ngurusi ayah”.
“Sari, itukan memang sudah kewajibanku sebagai anak, emangnya kamu gak risih dan malu?tanya suamiku.
“Ngga mas, kan tadi sudah kubilang kalau…
” sssst..!, desis suamiku memotong ucapanku,”oke kalau memang itu maumu nanti aku bilang sama ayah, kamu memang istri ideal, sayang suami dan sayang mertua, cup” katanya seraya mengecup pipiku lalu segera pamit.
Keesokan harinya ketika suamiku sudah berangkat, kudekati ayah yg sedang membaca koran di atas kursi rodanya di halaman belakang rumah.
” Ayah,…waktunya mandi”, ujarku lirih seraya meletakan koran ayah dan mendorong kursi rodanya menuju kamar mandi yg cukup besar dan telah disiapkan kursi khusus untuk mandi ayah.
Setibanya di sana aku segera memapah dan mendudukan ayah lalu melepaskan kaus oblong dan sarungnya sehingga kini telanjang. Dgn rikuh ia memandangiku, sementara aku mulai menyiraminya dan menyabuninya. Sengaja agak lama kusabuni kemaluannya sehingga lambat laun berdiri tegang, tiba-tiba ayah mertua memegang tanganku yg masih mengusap-usap alat kejantanannya,”ada apa nduk?”, tanyanya lembut.
“Ayah,…hampir dua minggu yg lalu aku mens,…dgn kata lain…benih ayah tdk berhasil membuatku hamil”, jawabku dgn suara bergetar nyaris terisak.
Lama ayah mertuaku tercenung sampai akhirnya ia berkata,
“baiklah, mungkin perlu kesempatan kedua, tapi Sari,…setelah ini ayah tdk sanggup lagi, orangtua yg tinggal matinya seperti ayah ini mestinya tdk lagi berbuat dosa, kamu mengerti kan?” katanya lembut. Aku mengangguk.
Lalu kembali melanjutkan memandikan ayah mertuaku dan setelah usai segera melap tubuhnya dgn handuk. Aku berjalan mendekati pintu kamar mandi dimana kapstok tergantung, lalu mulai melepaskan pakaianku satu per satu di hadapan mertuaku yg menatapku dgn tajamnya. Kerongkongannya naik turun seiring dengusan nafasnya yg terbakar nafsu. Kudekati tubuhnya lalu dgn berlutut kutundukan kepalaku di pangkuannya dan sekali lagi batang tongkol mertuaku kembali berada dalam kekuasaan mulutku. Haru aroma sabun membuatku semakin bergairah untuk menjilat, mengulum dan menghisap-hisap k0ntol tegang mertuaku sampai kuarasakan cairan asin mulai keluar dari ujungnya.Mertuaku dgn mengerang-erang menggerumusi rambutku dan meremas-remas payu daraku.
“Sarih…..cepat lakukan, oohhh”, perintahnya sambil mengerang, aku berdiri,
“tapi ayahh, aku belum basah”, jawabku sambil mendekati tubuhnya sehingga ujung payudaraku menyentuh wajahnya.
Mulutnya segera menelan puting buah dadaku lalu mengunyah-ngunyahnya dgn buas sehingga kembali aku meringis menahan sedikit rasa sakit dan geli.Tangannya menggaruk-garuk klitorisku sementara tangannya yg lain dari belakang pantatku menerobos lubang memiawku dan menekan-nekan lubang duburku. Tubuhku bergetar tanda hawa nafsu telah bergejolak dalam setiap simpul urat syarafku kendati wajah suamiku lah yg selalu kubayangkan.Tiba-tiba tangan mertuaku melepaskan eksplorasinya dari area sekitar selangkanganku,selintas kulirik tangan itu menggapai potongan sabun yg ada di dekatnya, mengusap-usapnya hingga timbul busa, dan,
“ahhhh…ayahhh”, aku terkejut menahan sakit dan nikmat sekaligus manakala satu jari ayah mertua berhasil tertanam dalam lubang anusku sementara satu jari lainnya menghujam lubang kenikmatanku.
Dgn segera ia memasuk-keluarkan jemarinya di dalam dua rongga tubuhku sekaligus, dan yg aku rasakan adalah kenikmatan luar biasa. Memekku segera menghasilkan cairan pelumas yg cukup banyak sehingga gerakan jari-jari mertuaku menimbulkan suara berkecipak.dan sepuluh detik kemudian ledakan-ledakan nikmat mendera lubang senggamaku..
“ayahhh…auh..auhhh..”teriakku seiring orgasme dahsyat di dalam organ kewanitaanku.
Semburan cairan ejakulasiku membasahi pangkuan dan kaki mertua ku yg dgn giat tangannya terus beraktivitas menusuk, menggelitik,dan berputar-putar di lubang memiaw dan anusku sampai aku kembali mengerang, merintih dalam kerasukan birahi.
“ayo, Sari…tunggu apa lagi?”, tanya mertuaku.
Aku segera membelakangi mertua ku mencoba duduk di atas pangkuan…dan…zleb, batang tongkol besar itu sukses tenggelam dalam cengkraman liang memekku, dan aku mulai bergerak maju mundur di mana mertuaku membantu dgn merangkul pinggangku menarik dan mendorong. Kali ini aku ingin menikmatinya usai kurasakan orgasme paling sensasional tadi.Keringat membasahi kening, punggung, dan dadaku. Mertuakupun kini berkeringat padahal baru saja dimandikan.Beberapa menit kemudian aku bangkit merubah posisi, kini dgn berhadapan kembali aku duduk di pangkuan ayah mertuaku yg kedua kakinya lumpuh, tapi tdk kaki tengahnya. Dgn segera payudaraku dilahap oleh mulut mertuaku setelah sebelumnya lidahnya menjilati leleran keringatku.
“Sarrriiii,…ayah mau keluaarrrr…”, erangnya denga parau.
“Ayo…ayaahhh, bentar lagi yahh, Sari..jg mau keluarrr,..ssshh, ayahhhh, keluarin sekarang,…aahhhhh”, teriakanku seiring datangnya orgasmeku yg kedua bersamaan dgn muncratnya lahar sperma ayah di dalam memekku.
Lama sensasi nikmat itu kami rasakan. Hingga akhirnya kulepaskan rangkulanku dari tubuh ayah. Kemudian aku rebah di atas lantai kamar mandi dgn kaki tertekuk sambil mengatur nafas.Ayah mertua mengawasiku dgn wajah puas. 2 jam kemudian aku bangkit berdiri, segera cairan sperma ayah mertua mengalir keluar dari mulut memekku, membanjiri paha dan terus ke betisku hingga menggenang di lantai, banyak sekali, pantas punya anak sampai 7.Aku segera membilasnya, lalu berjongkok, kencing, tepat di hadapan dan di bawah tatapan tajam ayah mertuaku yg sekilas kuperhatikan tongkolnya kembali berdiri . Kami lalu mandi berdua dan kuantar ayah kekamarnya untuk beristirahat.
3 Minggu kemudian aku dinyatakan positif hamil. Dan suamiku menyambut kabar gembira ini dgn amat bahagia. Demikian jg ayah mertuaku yg sebenarnya punya andil besar atas kehamilanku.Sebagai ucapan terimakasihku pada ayah, sesekali aku puaskan dirinya secara sexual sampai usia kandunganku 5 bulan ketika ia memutuskan untuk tdk lagi melakukannya lagi . Ketika anakku berumur 1 tahun ia meninggal dunia. Anakku mirip sekali dgn suamiku, tentu saja, karena tak lain ia adalah adiknya sendiri. Namun kini aku kembali menemui dilema, suamiku menginginkan adik untuk anakku. Adakah pembaca yg bisa membantu?,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,